Melintas batas untuk terhubung lebih dalam

Teknologi mampu memotong jarak yang memisahkan kita selama masa pandemik yaitu disaat kita tidak dapat bertemu orang lain secara langung bertatap muka. Walaupun teknologi mampu membuat kita lebih dekat, tetapi hal itu tidak menjamin bahwa hubungan kita memang betul-betul terhubung dan terjalin dengan satu dengan yang lain. Kedekatan secara fisik dan visual, walaupun kita bisa saling melihat bukan berarti kita betul-betul terhubung.

Sebagai contoh, saat kita ada dalam sebuah bis kota, jarak antar penumpang mungkin tidak lebih dari 50 cm. Bahkan mungkin kita saling bersentuhan, tetapi belum tentu kita terhubung dengan mereka. Kenyataannya adalah bahwa mereka adalah orang asing yang tidak saling mengenal.

Hal ini bisa terjadi dimanapun, bahkan di dalam keluarga, sehingga belum tentu anggota keluarga yang sedang bersama, mereka terhubung satu dengan yang lain. Kita mungkin dalam pemukiman yang padat, tetapi belum tentu kita saling terhubung. Hal ini mungkin terjadi, apalagi kita membangun tembok pemisah yang tinggi yang memisahkan kita dengan tetangga disekitar kita.

Tembok atau pembatas yang kita bangun mungkin berkenaan dengan status ekonomi, suku atau ras, politik, ideologi, orientasi seksual dan lain-lain.
Jangan berkata hal ini tidak terjadi dalam gereja. Di dalam gereja mungkin kita bertemu, berjabat tangan, bernyanyi dan mendengarkan firman Tuhan bersama, tetapi kebersamaan secara fisik atau virtual tidak menjamin kedalaman persekutuan. Sebagai pengikut Yesus, kita harus mengikutiNya dengan melintas semua batasan ini untuk membangun sebuah hubungan yang lebih dalam.

—Pendeta Danang Kristiawan, GITJ Jepara (Gereja Inijili di Tanah Jawa), Jepara, Indonesia


Kesaksian ini adalah bagian dari sumber penyembahan Minggu Anabaptist World Fellowship untuk tahun 2021.
Klik di sini untuk melihat.